Selasa, 01 September 2009

Kejahatan akibat longgarnya sistem registrasi nomor Ponsel di Indonesia

Saya adalah salah satu orang yg sangat gembira menyambut diberlakukannya registrasi untuk setiap pengguna ponsel jenis prabayar sejak awal 2005an. Hal ini mengingat semakin maraknya usaha penipuan maupun teror yg dilakukan dgn menggunakan perangkat komunikasi yg satu ini. Penipuan dgn berbagai modus (memberi kabar bahwa korban mendapat hadiah, ingin membeli barang yg diiklankan sang korban, dll) semakin marak saja meski setiap pengguna ponsel sudah diharuskan melakukan registrasi.

Loh, kok bisa? Kalau setiap nomor ponsel sudah diregister, apakah aparat tidak bisa melacak dan menindak pelaku penipuan?

Yah, secara logika sederhana mestinya aparat bisa melakukan itu semua. Tapi pada kenyataannya, tidak bisa sesederhana itu. Lalu kenapa?

Jawabnya adalah: aparat tidak bisa melacak apalagi menangkap pelaku penipuan karena identitas pemilik nomor ponsel tidaklah akurat. Hal ini dikarenakan proses registrasi yg diberlakukan hingga saat ini tidak diikuti dengan tahap klarifikasi apakah data yg dimasukkan pada saat registrasi itu valid apa tidak.

Pemerintah dalam hal ini Depkominfo, kelihatannya sudah cukup puas dengan proses registrasi seperti ini. Padahal kenyataan di lapangan, banyak sekali pengguna ponsel yg melakukan registrasi dgn menggunakan data palsu atau asal2an, dan sesaat kemudian nomor ponselnya sudah bisa digunakan.

Memang ada dilema mengenai hal ini. Kalau registrasi dilakukan secara ketat, masyarakat terkesan dipersulit untuk dapat memiliki & menggunakan nomor ponsel. Sedang kalau tanpa registrasi atau proses registrasi yg longgar seperti saat ini, penjahat / orang yg berniat jahat sangat leluasa memalsukan (memberikan keterangan yg tidak benar) yg pada akhirnya digunakan utk melakukan penipuan bahkan teror yg keji. Jadi proses registrasi saat ini sangat memberi peluang bagi orang yg berniat jahat utk dapat memanfaatkan ponsel yg dimilikinya guna menipu maupun melakukan tindak kejahatan yg lain. Memanfaatkan rasa gembira karena berita memperoleh hadiah atau barang yg diiklankan akan laku, sang pelaku dengan berbagai cara berusaha mengarahkan calon korban untuk mentransfer sejumlah uang kepada pelaku. Dan belakangan cara2 yg dilakukan semakin ‘kreatif’ saja. Mulai dgn menelpon acak, menyisipkan kupon HADIAH di bungkus deterjen, menelpon peng-iklan, dsb. yg ujung2nya memperdaya calon korban.

Kenyataannya, masih banyak masyarakat kita yg mudah terpedaya oleh cara2 penjahat seperti itu. Dan aparat hanya bisa menghimbau masyarakat utk tidak mudah tergiur dgn iming2 hadiah yg diinformasikan. Pertanyaannya, apakah kita hanya cukup menghimbau dan pasrah dengan kenyataan ini?

Menurut hemat saya, kita harus melindungi masyarakat yg lemah sekaligus bisa mempersempit gerakan terorisme yg memanfaatkan alat komunikasi seluler utk menjalankan aksinya…!

Salah satu alternatifnya adalah dengan memberlakukan ‘kebebasan yg bertanggungjawab’ dalam melakukan registrasi nomor ponsel. Pengguna ponsel tetap diberi kebebasan utk memasukkan identitas saat registrasi seperti saat ini lalu bisa menggunakan nomor ponselnya. Akan tetapi dlm kurun waktu tertentu (misal 1 minggu) harus membawa/menunjukkan kartu identitas yg digunakan utk melakukan registrasi tsb ke lembaga yg ditunjuk (klarifikasi). Apabila dalam kurun waktu yg telah ditentukan pengguna tidak melakukan klarifikasi, maka secara otomatis nomor ponselnya diblokir.

Lembaga yg dimaksud bisa saja kantor operator seluler yg tersebar di seluruh Indonesia, kantor Kelurahan, kantor Polisi, dsb yg telah diberi nomor ID & password tertentu sebagai peng-klarifikasi.

Saya kira ini cara mudah, murah, adil dan aman bagi semua pihak yg bisa dilakukan pemerintah utk mengantisipasi maraknya penipuan dan teror yg memanfaatkan lemahnya sistem registrasi nomor ponsel prabayar.

Demikian renungan ini, semoga bisa menjadi wacana yg baik dan dapat memberikan solusi utk mempersempit ruang gerak penjahat & pelaku teror yg memanfaatkan longgarnya sistem registrasi nomor ponsel di Indonesia. Amien..

Akhirnya.., lahir Norma MP & Norma MN baru..

Alhamdulillah, akhirnya lahir pecatur2 baru yg berhasil mengantongi gelar Norma MN & Norma MP setelah mereka berjibaku selama 10 babak dlm turnamen catur “Walikota BIMA Open” yg berakhir Sabtu, 15 Agustus kemarin. Perlu diketahui, turnamen catur terbesar di tanah air ini dihadiri oleh seluruh GM yg ada & diikuti oleh 4 GM & hampir semua pecatur bergelar internasional yg kita punyai serta sejumlah MN & MP, sehingga ditetapkan memiliki kategori 5. Dengan demikian, pecatur non master yg meraih points 6 berhak mengantongi gelar MPR (Norma Master Percasi), sedangkan yg meraih points 6.5 berhak mengantongi gelar MNR (Norma Master Nasional). Berikut ini daftar lengkap pecatur tsb : MNR: 1. Asri (SulSel), MPR: 1. Muslim,AMK (NTB), 2. Dedi Arafi (Riau), 3. Nasaruddin (NTB), 4. Fakhruddin MSi,Ir. (NTB), 5. Arman Jafar (SulSel), 6. Nukrah (NTB), 7. James Pasaribu (Riau), 8. Mc. Syarief (JaTim), 9. M. Taufan I.P. (NTB), 10. Najamuddin I.M. (SulSel) & 11. Amriadi (Riau). Selamat, bagi mereka semua, semoga segera memperoleh gelar penuh (MN & MP) dlm turnamen2 berikutnya.